Bongkar Dasar Hukum Percerarian di Indonesia: Bukan Sekadar Putus Hubungan, Tapi Putus Hak dan Kewajiban
Perceraian: Lebih dari Sekadar Akhir Hubungan
Perceraian sering dipandang hanya sebagai akhir hubungan. Namun, dalam perspektif hukum, perceraian adalah proses resmi yang mengakhiri ikatan hukum suami-istri. Proses ini juga memutuskan hak dan kewajiban kedua belah pihak. Dasar hukumnya bukan sekadar formalitas. Sebaliknya, ketentuan ini mengikat dan memiliki konsekuensi serius, baik secara perdata maupun administratif.
Landasan Hukum Perceraian di Indonesia
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan: UU ini menjadi dasar utama yang mengatur perkawinan dan syarat perceraian. Pasal 39 ayat (1) menegaskan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di sidang Pengadilan. Hal ini terjadi setelah Pengadilan berusaha mendamaikan kedua pihak, namun gagal.
- Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975: PP ini adalah aturan pelaksana UU Perkawinan. Di dalamnya, PP ini mengatur tata cara pengajuan gugatan, alasan-alasan perceraian, dan prosedur persidangan.
- Kompilasi Hukum Islam (KHI): Pasal 113-148 KHI mengatur perceraian bagi pasangan Muslim. Aturan ini mencakup talak oleh suami dan gugatan cerai oleh istri di Pengadilan Agama.
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata): KUHPerdata, khususnya Pasal 199-210, menjadi rujukan perceraian di Pengadilan Negeri bagi non-Muslim.
Alasan Sah Perceraian Berdasarkan Hukum
Sesuai dengan Pasal 39 UU Perkawinan dan Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975, alasan gugatan cerai meliputi:
- Salah satu pihak berbuat zina, pemabuk, pemadat, atau penjudi.
- Salah satu pihak meninggalkan pasangannya selama 2 tahun berturut-turut tanpa alasan sah.
- Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau lebih.
- Terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
- Adanya perselisihan dan pertengkaran yang berkepanjangan.
- Salah satu pihak cacat badan atau sakit parah. Kondisi ini menghalangi kewajiban rumah tangga.
- Terjadinya peralihan agama (murtad) yang menyebabkan ketidakharmonisan.
Konsekuensi Hukum Perceraian
Perceraian memiliki beberapa konsekuensi hukum, antara lain:
- Hak Asuh Anak (Child Custody): Hakim menentukan hak asuh anak berdasarkan kepentingan terbaik anak.
- Pembagian Harta Bersama: Proses ini mengacu pada Pasal 37 UU Perkawinan, hukum adat, atau hukum agama.
- Nafkah Pasca-Perceraian: Ini termasuk nafkah iddah dan mut’ah untuk istri (dalam hukum Islam).
- Perubahan Status Hukum: Ini mencakup pencatatan perceraian di KUA atau Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
Kesimpulan
Perceraian di Indonesia bukan hanya masalah emosional, melainkan urusan hukum yang diatur ketat. Oleh karena itu, memahami dasar hukum perceraian akan membantu pihak yang bersengketa. Hal ini dapat melindungi hak mereka dan menghindari kesalahan prosedur yang dapat merugikan.
Tingkatkan literasi hukum Anda bersama AS Attorney Penjelasan jernih, contoh nyata, dan pembahasan isu terkini ada di channel kami (Legal Insight). Mulai belajar sekarang!