Sejarah Tanah Petok D

Tanah Petok D: Sejarah, Status Hukum, dan Risiko yang Perlu Diketahui

Mengenal dan Mengamankan Tanah Petok D

Istilah Petok D sering muncul dalam jual beli tanah, terutama di pedesaan. Petok D adalah dokumen pajak bumi yang digunakan sebelum sistem pendaftaran tanah modern. Banyak orang masih memegang Petok D sebagai bukti kepemilikan tanah. Padahal, dari sisi hukum, dokumen ini memiliki keterbatasan signifikan.


Apa Itu Tanah Petok D?

Petok D adalah bukti pembayaran pajak bumi (sekarang PBB) yang dikeluarkan oleh pemerintah desa atau kelurahan.

  • Petok D bukanlah sertifikat hak milik (SHM).
  • Dokumen ini tidak memiliki kekuatan hukum mutlak sebagai bukti kepemilikan.
  • Petok D umumnya hanya menjadi indikasi bahwa seseorang menguasai dan menggunakan tanah tersebut.

Sejarah Singkat Petok D dan Status Hukumnya

Sejarah Singkat

  • Masa Kolonial & Awal Kemerdekaan: Sistem administrasi pertanahan masih berbasis pajak bumi. Petok D adalah salah satu formulir resmi untuk pencatatan tanah dan kewajiban pajaknya.
  • Pra-1960an: Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960 mulai memberlakukan pendaftaran tanah dengan sertifikat resmi.
  • Pasca-1980an: Petok D tidak lagi diterbitkan sebagai bukti utama. Meskipun demikian, banyak orang masih menyimpannya karena menjadi dasar klaim tanah sebelum ada sertifikat.

Status Hukum Saat Ini

Berdasarkan UUPA 1960 dan PP No. 24 Tahun 1997, Petok D bukan alat bukti kepemilikan yang kuat. Dokumen ini hanya dapat digunakan sebagai bukti pendukung dalam proses konversi menjadi sertifikat. Artinya, kepemilikan sah di Indonesia hanya diakui jika sudah terdaftar di BPN dan memiliki sertifikat. Jadi, walaupun Anda memegang Petok D, kepastian hukum hak atas tanah belum sepenuhnya terlindung.


Risiko Memiliki Tanah Hanya dengan Petok D

Memiliki tanah hanya dengan Petok D memunculkan beberapa risiko, antara lain:

  1. Rawan Sengketa: Pihak lain dapat mengklaim tanah yang sama jika mereka memiliki dokumen yang lebih kuat, seperti sertifikat.
  2. Sulit Dialihkan: Jual beli tanah dengan Petok D tidak dapat dilakukan di hadapan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) secara sah.
  3. Tidak Bisa Dijadikan Agunan: Bank dan lembaga keuangan hanya menerima sertifikat resmi BPN.
  4. Rentan Mafia Tanah: Tanpa sertifikat, tanah lebih mudah diserobot atau dipalsukan dokumennya.

Cara Mengubah Petok D Menjadi Sertifikat Resmi

Proses ini dikenal sebagai konversi hak tanah. Berikut adalah langkah umum yang dapat Anda ikuti:

  1. Siapkan Dokumen: Kumpulkan Petok D asli, KTP & KK, surat keterangan dari kelurahan/kepala desa, SPPT PBB terakhir, dan surat riwayat tanah (jika ada).
  2. Ajukan ke BPN: Lakukan pendaftaran tanah pertama kali dengan membawa dokumen asli.
  3. Pengukuran & Pemeriksaan: Petugas BPN akan mengukur tanah dan memeriksa statusnya.
  4. Pengumuman Data: Data tanah diumumkan selama ±14 hari untuk memberi kesempatan pihak lain mengajukan keberatan.
  5. Penerbitan Sertifikat: Jika tidak ada sengketa, sertifikat hak milik akan diterbitkan.

Kesimpulan

Petok D adalah warisan sistem administrasi tanah lama. Dokumen ini tidak lagi memiliki kekuatan hukum penuh sebagai bukti kepemilikan. Oleh karena itu, jika Anda masih memegang Petok D, sebaiknya segera melakukan konversi ke sertifikat resmi BPN demi kepastian hukum dan keamanan aset.

Tingkatkan literasi hukum Anda bersama AS Attorney  Penjelasan jernih, contoh nyata, dan pembahasan isu terkini ada di channel kami (Legal Insight). Mulai belajar sekarang!

Leave a Comment