Membedah KUHP & KUHAP Baru dalam Bingkai Teori Integratif-Transformasional Hukum
Hukum Pidana Indonesia: Pergeseran Paradigma dengan Teori Integratif-Transformasional
Indonesia mengesahkan KUHP dan KUHAP baru. Dengan demikian, ini menandai pergeseran penting dalam sistem peradilan pidana. Pemerintah meninggalkan warisan kolonial Belanda. Sebaliknya, mereka membangun kodifikasi hukum yang sesuai dengan Pancasila dan konstitusi.
Namun, proses ini mendapat banyak kritik. Akademisi dan masyarakat mempertanyakan substansi dan implementasinya. Oleh karena itu, Teori Integratif-Transformasional Hukum menjadi penting. Teori ini membantu kita memahami perubahan ini secara komprehensif.
Apa Itu Teori Integratif-Transformasional Hukum?
Teori ini berpandangan hukum bukan sekadar norma tertulis. Sebaliknya, hukum juga produk dari realitas sosial. Teori ini mengintegrasikan tiga aspek:
- Nilai Lokal (Integratif): Teori ini memasukkan kearifan lokal dan norma sosial. Jadi, ini menjadi bagian dari hukum yang hidup (living law).
- Kritik Otoritarianisme (Transformasional): Teori ini melihat hukum sebagai alat perubahan sosial. Artinya, hukum harus menghindari sifat represif. Hukum juga harus berpihak pada keadilan substantif.
- Hukum sebagai Proses Dinamis: Hukum tidak berhenti pada teks. Namun, hukum terus berlanjut dalam tafsir, penerapan, dan pengawasan publik.
Kritik terhadap KUHP Baru
Dalam kerangka teori ini, kita bisa melihat beberapa kritik terhadap KUHP dan KUHAP baru:
- Delik Kehormatan: Pasal-pasal tentang penghinaan Presiden dinilai bertentangan dengan kebebasan berekspresi. Pada akhirnya, ini bertolak belakang dengan semangat demokratisasi hukum.
- Kontrol Moral: Beberapa pasal, seperti larangan kohabitasi, terlalu menekankan kontrol moral. Akibatnya, ini berisiko mencederai hak privat warga.
- Frasa Ambiguitas: Frasa “Hidup dalam Masyarakat Indonesia” tidak dijabarkan secara rigid. Oleh sebab itu, ini berbahaya karena membuka peluang tafsir represif.
KUHAP Baru: Pro-Keadilan?
KUHAP baru mencoba merespons reformasi peradilan. Ada beberapa terobosan. Contohnya, penyadapan yang lebih terukur. Ada juga hak tersangka dan terdakwa yang lebih kuat. Bahkan, jaksa juga terlibat sejak awal penyidikan.
Namun demikian, KUHAP baru masih menuai kritik. Ini terkait minimnya kontrol terhadap aparat penegak hukum. Selain itu, belum ada mekanisme akuntabilitas yang efektif atas pelanggaran HAM.
Solusi dan Rekomendasi: Transformasi Implementasi
Teori Integratif-Transformasional menawarkan dua solusi:
- Legislasi Responsif: Kita perlu melakukan revisi terbuka terhadap pasal-pasal bermasalah. Partisipasi publik dan uji materi ke Mahkamah Konstitusi harus jadi prioritas. Ini penting, sebab legislasi adalah dokumen hidup, bukan produk final.
- Demokratisasi Akses Hukum: Membangun sistem advokasi berbasis komunitas dan edukasi hukum adalah kunci. Dengan demikian, ini akan memastikan masyarakat memahami dan terlibat dalam sistem hukum.
Saatnya Hukum Menjadi Milik Rakyat
Revisi KUHP dan KUHAP jangan berhenti pada simbol kedaulatan hukum nasional. Jika tidak ada pengawalan kritis, undang-undang ini bisa menjadi alat pembungkam kebebasan. Terakhir, Teori Integratif-Transformasional Hukum mengingatkan kita. Hukum harus tumbuh bersama masyarakat—bukan di atasnya.
Tingkatkan literasi hukum Anda bersama AS Attorney Penjelasan jernih, contoh nyata, dan pembahasan isu terkini ada di channel kami (Legal Insight). Mulai belajar sekarang!