Tinjauan Yuridis Terhadap Regulasi Royalti Lagu di Ruang Komersial : Antara Perlindungan Hak Cipta dan Kepastian Hukum Pelaku Usaha
Memperkuat Sistem Royalti dengan Keadilan dan Transparansi
Memutar lagu di ruang komersial seperti kafe atau hotel memang jadi cara efektif untuk menarik konsumen. Dengan kata lain, praktik ini menguntungkan pencipta dan pemilik usaha. Namun, penggunaan karya cipta untuk tujuan komersial mewajibkan pembayaran royalti sebagai bentuk perlindungan hak ekonomi pencipta. Sayangnya, implementasinya masih menghadapi banyak persoalan.
Landasan Hukum Royalti dan Permasalahannya
Pemerintah telah mengatur pembayaran royalti melalui UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. UU ini menegaskan bahwa penggunaan komersial karya cipta harus mendapat izin dan membayar royalti. Selain itu, aturan ini diperkuat oleh Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2021 yang mengatur pemungutan oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Meskipun demikian, ada beberapa masalah di lapangan:
- Minimnya Sosialisasi: Banyak pengusaha, terutama UMKM, belum memahami kewajiban ini.
- Ketidakjelasan Aturan: Regulasi belum memberikan klasifikasi yang jelas untuk skala usaha, sehingga pengusaha bingung apakah mereka wajib membayar royalti.
- Kurangnya Transparansi: Pelaku usaha meragukan kejelasan tarif dan distribusi royalti oleh LMKN. Akibatnya, tanpa sistem digital yang terbuka, publik sulit memverifikasi akuntabilitas dana royalti.
Perlindungan Hukum dan Keadilan Bagi Pengusaha
Regulasi royalti bertujuan melindungi hak pencipta. Akan tetapi, implementasi yang tidak proporsional bisa merugikan pengusaha. Oleh karena itu, pengusaha juga memiliki hak hukum yang perlu dilindungi, yaitu:
- Mendapat informasi jelas tentang tarif royalti.
- Menolak pungutan dari pihak yang tidak berwenang.
- Mengajukan keberatan dan menuntut pertanggungjawaban dari LMKN.
Rekomendasi Kebijakan
Kita bisa memperbaiki sistem royalti ini melalui beberapa langkah strategis:
- Digitalisasi Sistem: LMKN perlu membangun platform digital transparan untuk mencatat penggunaan lagu secara real-time. Dengan cara ini, distribusi royalti akan lebih tepat sasaran.
- Tarif Progresif: Pemerintah harus menetapkan tarif berdasarkan klasifikasi usaha. Sebagai contoh, usaha kecil bisa dikenakan tarif lebih ringan.
- Edukasi Berkelanjutan: Pemerintah, LMKN, dan LMK perlu aktif mengedukasi pelaku usaha. Dengan demikian, mereka akan memahami kewajiban hukum mereka.
- Mekanisme Keberatan: Perlu ada kanal formal bagi pengusaha untuk mengajukan keberatan atau mediasi jika mereka merasa dirugikan.
Intinya, sinergi antara semua pihak adalah kunci untuk menciptakan ekosistem kreatif yang adil dan berkelanjutan.
Tingkatkan literasi hukum Anda bersama AS Attorney Penjelasan jernih, contoh nyata, dan pembahasan isu terkini ada di channel kami (Legal Insight). Mulai belajar sekarang!
Penulis adalah Abimanyu Soesanto sebagai seorang Praktisi Hukum di Kota Malang